SOSIOLOGI HUKUM ATAS PERKEMBANGAN SOSIAL-POLITIK
A.RESUME
Masyarakat industry dalam perkembangannya menumbuhkan tatanan hukum untuk memberikan kepastian-kepastian untuk memprediksi dan perencanaan usaha. Masyarkat industrial mengharapkan terciptanya norma-norma hukum positif. System Hukum tersebut dibangaun atas landasan aliran legisme formalism sebagaimana diatur oleh kaum positivis. Menurut kaum positivis bahwa hukum digunakan untuk alat control sehingga terjaminlah kepastian hukum sebagaimana tugal intitusi hukum yaitu badan legistalif, eksekutif dan yudisial. Fungsi hukum bagi masyarakat industrial adalah sebagai rujukan resmi dalam penyelasaian perkara baik yang rekontruktif maupun edukatif. Semakin kecil ragam organisasi dalam kehidupan tradisional maka semakin kecil juga hukum yang digunakan dan mereka tidak banyak mobilitas serta gerak memaku dalam suatu posisi dan setatus tertentu, sehingga komunitas tradisional dikuasai oleh norma-norma social yang tidak diundangkan. Lainhalnya dengan masyarakat industrial modern yang banyak bergerak serta berpindah dalam makna social dan okupansional. Berambisi untuk mengejar setatus social dalam jenis kegiatan dan pekerjaan yang sifatnya kontraktual sebagaimana dikatakan oleh Hendry Maine adalah “a movement from status to contract”. Hukum dalam masyarakat tradisional berorentasi pada setatus social karena masyarakat tradisional.
Doktrin Hukum Modern Kaum Legis-Positivism, sesunggunhnya transformasi praktek dan pemikiran yang mendasari hukum modern ini yang semula hanya dimaksudkan untuk merespons kebutuhan hukum serta merupakan hukum konseptual dan perkembangannya untuk merespon kebutuhan kehidupan nasional dengan refleksi dan aktualisasi suatu ideal hukum yang telah dicita-citakan. Subtansi dari hukum modern adalah alamiah positivasi hukum serta sistematisasinya sebagai corpus juris yang berkoheren tinggi dan perlu adanya pengelolaan dan perawatan guna kepentingan ajudikasi dalam proses yudisial. Akan tetapi berlakunya hukum harus adanya pengukuhan dan penegakan dalam ranah politik atau power pemerintah, tidak cukup hanya dengan legitimasi dari dunia akademis dan/atau profesi. Perubahan social dan terjadinya legal gap, dalam perkembangannya pemikir filsafat dalam ilmu hukum dikontruksikan oleh kaum libral dengan mengakui dogma legisme positivistis kurang realistis terkesan gagal dalam menjawab berbagai permasalahan yang timbul dalam perubahannya. Kebenaran dalam doktrin positivism dalam pemikiran ilmu hukum atas dasar “everybody is equal before the law/ everybody is born free to pursuit its happiness”. Suatu intitusi yang netral dan independen adalah merupakan sebuah harapan kosong belaka karena hanyalah idealis semboyan dan hanya retorika padahal dalam implementasinya nihil dikarenakan kuatnya hegemoni dan subordinasi penguasa dalam kancah percaturan politik. Efektifitas hukum dalam pengontrolan serta pengelolaannya ada tiga pemikiran aliran, yaitu;
1) The Sociological Jurisprudence, adalah merupakan pemikiran Roscoe Pound merujuk pada paham formalism klasik, berbeda dengan pandangan Langdell bahwa ilmu hukum merupakan golongan ilmu eksakta yang merupakan hasil sebuah temuan hubungan sebab-akibat. Pound mengutarakan bahawa hukum merupakan sebuah “law is a tool of social engineering” social control bagi kesetabilan-keseimbangan dalam masyarakat.
2) Legal Realism/ The realist Jurisprudence, adalah merupakan pemikiran Roscoe Pound merujuk pada paham formalism klasik, berbeda dengan pandangan Langdell bahwa ilmu hukum merupakan golongan ilmu eksakta yang merupakan hasil sebuah temuan hubungan sebab-akibat. Pound mengutarakan bahawa hukum merupakan sebuah “law is a tool of social engineering” social control bagi kesetabilan-keseimbangan dalam masyarakat. The Realistic Jurisprudence juga disebut Legal Realism merupakan buah pikiran Pound abad 20-an, sebagai gerakan social dalam pembaruan hukum sebagaimana di utarakan Milovanovic dan berkembang sehingga dibedakan the realist dan the sociologist akan tetapi perbedaannya tidak dasar prinsipil. Kaum realist memfokuskan dalam dinamisasi perubahan masyarakat dikarenakan kompleksitas dan intervensi kebijakan oleh pemerintah yang condong pada paham kaum liberal berdasarkan realis formal yang mendahulukan kapitalisme, individualism dan konstitusionalisme sehingga kinerjanya menjadi skeptisisme.
3) The Critical Legal Study Movement, adalah pemikiran Milovanovic sebagai pemikiran kritik dibidang praktik dan teori hukum, serta berpandangan tidak adanya idealisasi dala hukum. Kaum positivis-formalis merupakan kubu birokrasi-militer sehingga disebut “the establishment”. Maka kebijakan pemerintah sulit bersifat netral sebagai “supremasi hukum” dikarenakan kuatnya pengaruh legitimasi dominasi para elit politik, bukan lagi hukum sebagai “rule of law” akan tetapi menjadi “rule of men” pengaruh pemegang kekuasaan sehingga para penegak hukum hanyalah sebagai boneka-boneka dan robot-robot dengan kerja system normatif mekanis hanya sekedar pemenuhan norma procedural sehingga mengabaikan rasionalitas subtantif. Sebagai contoh rekontruksi dan dekontroksi dalam tatanan masyarakat serta tatanan hukum yang ditawarka oleh Roberto Unger, yang memfokuskan pada permasalahan perempuan dalam peraturan hukum yang disebut “The Feminist Jusisprudence” pada pembahasan hak-hak kaum perempuan yang selama ini tersesan termarjinalkan. Yang menitik beratkan responsifitas atas tuntutan public serata kepekaan pada permasalahan yang berkembang dalam masyarakat yang dihubungkan dengan tek dan kontek kenyataan masyarakat tersebut.
B. ANALITIS
Inti dari suatu system hukum antara aturan utama (primary rules), kewajiban masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup dan aturan tambahan (secondary rules); a) Rules of recognition (aturan utama sangat diperlukan berdasarkan hierarki urutannya); b) Rules of change (mengesahkan aturan pertama diberlakukan); c) Rules of adjudication (memberikan hak perorangan untuk menentukan sanksi pada suatu peristiwa peraturan utama dilanggar);. Sosiologi yang berorentasi Hukum adalah bahwa dalam setiap masyarakat, selalu ada solidaritas organis (masyarakat modern, hukum bersifat restitutif seperti hukum perdata) dan solidaritas mekanis (masyarakat sederhada, hukum yg bersifat represif seperti hukum pidana). Max Weber, ada 4 tipe ideal, a).irasional formal, b).irasional material, c).rasional material (berdasarkan konsep hukum), d).rasional material.
Memprediksi, suatu hukum sesuai atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu (perbedaan yang mendasar antara pendekatan yuridis normative yaitu tunduk pada hukum, antara yuridis empiris atau sosiologi hukum yaitu menguji dengan data empiris, kenyataan hukum dalam masyarakat). Social Control atau Social Engineering diartikan sebagai suatu proses, baik yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, yg bersifat mendidik, atau mengajak bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah dan nilai yang berlaku. Yang berupa pemidanaan, kopensasi, terapi, maupun konsiliasi. Patokan suatu pemidanaan adalah larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya.
Pada dewasa ini Negara Indonesia telah kehilangan jati diri atas keadilan, dikarenakan kuatnya hegemoni kekuasaan dalam segala aspek. Sebagaimana hangatnya masalah Konspirasi Kriminalisasi KPK (Buaya vs Cicak) inilah salah satu contoh hegemoni kekuasaan pemerintah yang membungkam “supremasi hukum” dalam mengungkap tabir kebenaran.
Negara Indonesia dalam kancah dan pergelutan politik-hukum dalam kaitannya dengan hukum dan kekuatan social sangat erat sekali kaitannya, yaitu contoh adanya tawar-menawar dalam penyelesaian kasus Kasus Bank Century bukanlah sekadar kasus perbankan ataupun pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Namun, kasus ini telah memasuki ranah politik, dengan terbangunnya perdebatan antarelite politik mengenai layak tidaknya bank tersebut mendapatkan bantuan. Persoalan ini juga kembali mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan kita beserta dengan para pelakunya. Bantuan bailout dan sejumlah dana yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kembali diperdebatkan. Bahwa pada dasarnya hukum sangat erat dengan kekuatan social dalam kontek politik uang sebagaimana kasus Bank Century diatas, adapun kekuatan social dalam politik dibagi menjadi 4 (empat) bagian, adalah sebagai berikut; (1).Kekuatan Uang, (2). Kekuatan Politik, (3). Kekuatan Massa, dan (4). Kekuatan Teknologi Baru.
Hukum adalah berfungsi sebagai “social control” sebagai pengubah masyarakat menjadi “social engineering” yaitu melalui hakim sebagai interpretasi dalam mengadilan kasus-kasus yang dihadapinya secara seimbang “balance”. Dengan memperhatikan beberapa hal, adalah sebagai berikut:
a. Studi tentang aspek social yang aktual dari lembaga hukum.
b. Tujuan pembuatan peraturan yang efektif.
c. Studi tentang sosiologi dlm mempersiapkan hukum.
d. Studi tentang metodologi hukum.
e. Sejarah hukum.
f. Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi dari kasus-kasus individual yang berisikan keadilan abstrak dari hukum yang abstrak pula.
“Fiat Justitia Ruat Caelum” (hukum harus ditegakkan walau langit akan runtuh).
Filed under: Article | Tagged: PERKEMBANGAN, SOSIAL-POLITIK, SOSIOLOGI HUKUM | Leave a comment »